Prinsip-Prinsip Dalam Mendidik Anak
Mendidik anak merupakan pekerjaan yang sulit, karena (dalam menghadapi) mereka membutuhkan kesabaran dan kecerdikan (untuk mengambil hatinya).
Termasuk di antaranya, ada anak yang butuh perlakuan lembut, ramah, tidak suka dibentak-bentak dengan keras. Dan jika diperlakukan dengan cara sebaliknya, niscaya ia akan membangkang. Ada pula anak yang perlu dikerasi, tapi tetap tidak melebihi batas kewajaran. Apabila sampai berlebihan maka akan menyebabkan anak sulit diatur dan tidak patuh terhadap nasehat kedua orang tuanya.
Kita memohon kepada Allah agar mengkaruniakan kebaikan kepada kita dan menjaga kita dalam (memikul) tanggung jawab yang besar sebagai orang tua. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. “ (At-Tahrim: 6)
Dan dalam Shahihain dari hadits Abdullah bin Umar rodhiyallohu anhuma, ia berkata: “Rasulullah shollallohu alaihi wa sallam bersabda: “Kalian semua adalah pemimpin, dan kalian semua akan ditanya tentang apa yang kalian pimpin, seorang imam adalah pemimpin dan ia nanti akan ditanya tentang yang dipimpinnya, seorang lelaki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia nanti akan ditanya tentang yang dipimpinnya, seorang wanita adalah pemimpin dalam rumah suaminya dan ia nanti akan ditanya tentang yang dipimpinnya, seorang budak (pelayan) adalah pemimpin tentang harta majikannya dan ia nanti akan ditanya tentang yang dipimpinnya, ketahuilah karena kalian semua adalah pemimpin dan kalian semua akan ditanya nanti tentang yang dipimpinnya.”
Sehingga harus ada upaya tolong menolong di antara suami istri dalam mendidik anak-anaknya. Jika salah satu meremehkan kewajiban ini niscaya akan terjadi kekurangan pada sisi yang merupakan tanggung jawabnya kecuali Allah menghendaki yang lain.
Kemudian dalam mendidik anak harus sesuai dengan tingkat dan pemahamannya, berikut ini ada satu contoh di antaranya:
1. Membimbing anak mengucapkan lafadz Allah sambil memberi isyarat dengan telunjuknya ke langit.
2. Jika engkau memberinya sepotong roti atau lainnya berikanlah melalui tangan kanannya.
3. Jika makanan masih panas janganlah engkau meniupnya supaya dingin, karena Nabi shollallohu alaihi wa sallam melarang bernafas dalam tempat makanan/ minuman. Seandainya si anak melihatnya, niscaya dengan cepat ia akan menirunya.
Demikian juga dalam perkara lainnya, dan semua ini merupakan bukti kebenaran sabda Nabi shollallohu alaihi wa sallam: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanya yang akan menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.” Dan dalam Shahih Muslim dari hadits Iyadh bin Himar, ia berkata: “Rasulullah shollallohu alaihi wa sallam bersabda: “Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (dalam hadits qudsi):
“Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan lurus bertauhid, kemudian para setan menyeret mereka (untuk sesat).“
4. Jika anak itu umurnya kurang lebih satu setengah tahun, bila ingin minum atau makan, bimbinglah dia untuk mengucapkan “bismillah”. Setelah itu dia akan terbiasa dengan perbuatan tersebut dan dengan sendirinya akan mengucapkan “bismillah”.
5. Apabila engkau dapati dia sudah bisa mengerti rukun-rukun Islam dan Iman, maka ajarilah dia. Dan aku tidak membatasi pengajaran dengan ukuran umur karena kefasihan anak dan kecerdasannya berbeda-beda.
Mengenai rukun Islam terdapat dalam hadits Ibnu Abbas rodhiyallohu anhuma (yang masyhur adalah Ibnu Umar -ed), ia berkata: “Rasulullah shollallohu alaihi wa sallam bersabda:
“Islam dibangun di atas lima perkara bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhamad adalah utusan Allah, menegakkan shalat. mengeluarkan zakat, berhaji ke Baitullah (Mekkah) dan berpuasa di bulan Ramadhan.” Muttafaqun ‘alaih.
Adapun Rukun Iman, (sebagaimana) diriwayatkan oleh Abu Hurairah rodhiyallohu anhu, ia berkata: “Rasulullah shollallohu alaihi wa sallam bersabda:
“Iman itu ialah kamu beriman kepada Allah. Malaikat, Kitab, Rasul-Nya dan beriman kepada Hari Kebangkitan.” Muttafaqun ‘alaih.
Dan Muslim telah menwayatkannya sendirian dari hadits Umar bin Al-Khaththab.
Sedangkan Rukun Ihsan ialah:
“Kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya dan jika kamu tidak dapat melihat-Nya ketahuilah bahwa Allah melihatmu.”
Telah berlalu takhrijnya dalam hadits sebelumnya.
6. Ajarilah anak tersebut tata cara benwudhu.
7. Apabila ia makan dari sebuah bejana maka katakan kepadanya hendaklah dia memakan apa yang lebih dekat kepadanya.
Di dalam Shahihain dari hadits Umar bin Abi Salamah ia berkata:
“Aku pernah makan sedangkan tanganku lari kesana kemari di dalam talam/tempat makan lalu Nabi shollallohu alaihi wa sallam berkata kepadaku: “Wahai anak muda bacalah basmalah, dan makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah apa yang ada di dekatmu.”
8. Biasakanlah dia kepada kebaikan, apabila umurnya telah mencapai tujuh tahun latihlah dia untuk melaksanakan shalat.
Telah berkata Abu Dawud rohimahulloh (1/495): “Telah bercerita kepada kami Muammal bin Hisyam yaitu Al-Yasykuri: “Telah bercerita kepada kami Ismail, ia berkata dari Sawwar Abu Hamzah telah berkata Abu Dawud yaitu Sawwar bin Dawud Abu Hamzah Al-Muzani Ash-Shairafi dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, ia berkata: “Rasulullah shollallohu alaihi wa sallam bersabda:
“Perintahkan anak-anakmu untuk shalat ketika mereka berumur tujuh tahun dan pukul mereka jika menolak ketika umur sepuluh tahun dan pisahkan tempat tidur di antara mereka.”
Dan hadits ini sanadnya hasan.
Muammal bin Hisyam adalah perawi yang tsiqah, sedangkan Ismail dia adalah Ibnu ‘Ulaiyah, seorang yang masyhur (telah dikenal) dan Sawwaar adalah perawi yang shaduq, dia punya beberapa kesamaran sebagaimana dalam At-Taqrib. Dan haditsnya bisa dijadikan hujjah selama tidak termasuk kesalahannya sedang perawi-perawi lainnya dikenal. Dan hadits ini punya jalan lain dari hadits Saburah dalam Sunan Abu Dawud no. 494.
9. Memisahkan tempat tidur di antara anak-anak jika telah berumur sepuluh tahun sebagaimana hadits di atas.
10. Latihlah anak untuk berpuasa jika sudah mampu, dengan tujuan apabila telah menginjak dewasa dia sudah terlatih untuk melakukannya.
Dan Imam Bukhari telah membuat judul bab dalam Shahih-nya(4/200) bab, Puasanya Anak-anak: “Telah bercerita kepada kami Musaddad, ia berkata: “Telah bercerita kepada kami Bisyr bin Al-Mufadhdhal dari Khalid bin Dzakwan dari Ar-Rubayyi’ binti Mu’awwidz, ia berkata: “Nabi shollallohu alaihi wa sallam mengutus (seseorang) pada pagi hari (di hari) Asyura ke kampung Anshar (untuk mengumumkan), barangsiapa pagi ini sudah makan maka hendaknya menyempurnakan sisa harinya (untuk berpuasa), dan barangsiapa yang pagi ini belum makan maka hendaknya ia berpuasa.” Ia (Ar-Rubayyi’) berkata: “Maka kami pun berpuasa dan anak-anak kami latih untuk berpuasa. Kami buatkan mainan dari bulu untuk mereka, jika salah satu dari mereka menangis minta makan, kami beri dia mainan itu sampai datang waktu berbuka.”
11. Ajarilah anakmu aqidah yang benar.
Dan katakanlah kepadanya seperti yang dikatakan Nabi shollallohu alaihi wa sallam kepada Abdullah bin Abbas rodhiyallohu anhuma: “Sesungguhnya aku akan mengajarimu beberapa kalimat, jagalah Allah niscaya Allah akan menjagamu, jagalah Allah niscaya engkau akan mendapati-Nya di depanmu. Jika engkau meminta, maka mintalah kepada Allah, dan jika engkau minta tolong maka minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah seandainya umat ini bersatu untuk memberi manfaat kepadamu dengan sesuatu, maka mereka tidak akan bisa memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan bagimu. Seandainya mereka bersatu untuk mendatangkan kemudharatan kepadamu dengan sesuatu, maka mereka tidak akan dapat memudharatkanmu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan menimpamu. Telah diangkat pena dan telah kering lembaran-lembaran catatan.”
12. Berilah wasiat kepada anakmu seperti Luqman memberi wasiat kepada anaknya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah), sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Luqman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabar terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan jangan kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (Luqman: 13-19)
13. Ajarilah dia jika hendak masuk untuk meminta izin lebih dahulu. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari), yaitu sebelum shalat Shubuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)-mu di tengah hari dan sesudah shalat Isya. (Itulah) tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebagian kamu (ada keperluan) kepada sebagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (An-Nuur: 58)
14. Berilahukan kepadanya tentang perkara-perkara yang dilarang agar menjauhinya.
Dalam Shahihain dari hadits Abu Hurairah rodhiyallohu anhu, ia berkata: “Al-Hasan bin Ali rodhiyallohu anhuma mengambil sebiji kurma dari kurma shadaqah (zakat) kemudian memasukkannya ke mulutnya. Lalu Rasulullah shollallohu alaihi wa sallam bersabda:
“Kikh, kikh, buanglah kurma itu, tidakkah engkau tahu bahwa kita tidak makan makanan shadagah (zakat).”
15. Jelaskanlah padanya makna ayat atau hadits yang engkau bacakan kepadanya.
16. Ikatlah hatinya kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Sebagian anak hatinya terikat dengan dunia dan tontonan-tontonan sehingga hatinya penuh dengan khayalan. Hal ini mengakibatkan dia takut pada bayangannya sendiri.
17. Utamakan hafalan AI-Qur’an, dan berilah anakmu hafalan yang ringan setiap harinya walaupun dengan satu ayat.
Karena orang-orang yang sibuk dengan Al-Qur’an adalah sebaik-baik manusia, sebagaimana terdapat dalam Shahih Al-Bukhari dari Utsman bin Affan, ia berkata: “Rasulullah shollallohu alaihi wa sallam bersabda:
“Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur’an kemudian mengajarkannya.”
Dan dalam sebuah riwayat (yang lain dari) Al-Bukhari (dengan lafadz): “Seutama-utama kalian” sebagai ganti dari “Sebaik-baik kalian.”
Dan Nabi telah mewasiatkan kepada umatnya untuk memperhatikan dan mementingkan Al-Qur’an.
Berkata Al-Imam Al-Bukhari (9/5022): “Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Yusuf, ia berkata: “Telah bercerita kepada kami Malik bin Mighwal, ia berkata: “Telah bercerita kepada kami Thalhah, ia berkata: “Aku bertanya kepada Abdullah bin Abu Aufa: “Apakah Nabi shollallohu alaihi wa sallam memberi wasiat?” Lalu ia menjawab: “Tidak”. Aku berkata: “Bagaimana mungkin Nabi tidak memberi wasiat, sedangkan beliau memerintahkan manusia untuk berwasiat.” Dia menjawab: “Beliau berwasiat dengan Kitabullah.”
Al-Hafidz berkata: “Yang dimaksud berwasiat dengan kitabullah adalah untuk menjaganya/ menghafalnya, mengikutinya melaksanakan perintah-perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya serta terus-menerus membaca dan mempelajarinya dan sebagainya.”
Dan Al-Qur’an itu akan memberi syafa’at bagi pembacanya. Al-Imam Muslim berkata (1/553): “Telah bercerita kepada kami Al-Hasan bin Ali Al-Hulwani. ia berkata: “Telah bercerita kepada kami Abu Taubah yaitu Ar-Rabi bin Nafi’, ia berkata: “Mu’awwiyah yakni Ibnu Sallam ia berkata dari Zaid bahwa ia mendengar Abu Salam berkata: “Telah bercerita kepada kami Abu Umamah ia berkata: “Rasulullah shollallohu alaihi wa sallam bersabda:
“Bacalah Al-Qur'an karena ia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at bagi pembacanya.”
Dan telah berkata Imam Muslim rohimahulloh (1/554): “Telah bercerita kepada kami Ishaq bin Mansur, ia berkata: “Telah bercerita kepada kami Yazid bin Abdur Rabbih, ia berkata: “Telah bercerita kepada kami Al-Walid bin Muslim, ia berkata: “Dari Muhammad bin Al-Muhajir dari Al-Walid bin Abdurrahman Al-Jurasyi dari Jubair bin Nufair, ia berkata: “Aku mendengar An-Nawwas bin Sam’an Al-Kilabi mengatakan: “Aku mendengar Nabi shollallohu alaihi wa sallam bersabda:
“Didatangkan Al-Qur’an itu dan ahlinya yang mereka dulu mengamalkannya Akan datang padanya surat Al-Baqarah dan Ali Imran membela pembaca kedua surat tersebut.”
Hadits-hadits tentang keutamaan Al-Qur’an dan ahlinya:
Dari Aisyah rodhiyallohu anha, ia berkata: “Rasulullah shollallohu alaihi wa sallam bersabda:
“Orang yang membaca Al-Qur an dengan mahir maka ia bersama kumpulan malaikat yang mulia dan suci, dan orang yang membacanya terbata-bata dan dia kesulitan maka baginya dua pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan dari Abu Musa Al-Asy’ari rodhiyallohu anhu ia berkata: Rasulullah shollallohu alaihi wa sallam bersabda:
“Permisalan seorang mukmin yang membaca Al-Qur’an seperti buah al-utrujah, baunya enak dan rasanya enak, dan permisalan seorang mukmin yang tidak membaca Al-Qur an seperti buah kurma tidak berbau tapi rasanya manis, dan permisalan seorang munafik yang membaca Al-Qur an seperti ar-raihanah, baunya enak tapi rasanya pahit, dan permisalan orang munafik yang tidak membaca Al-Qur’an seperti al-handzalah, tidak berbau dan rasanya pahit.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Abdullah bin Umar[*] bahwa Nabi shollallohu alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah mengangkat derajat dengan kitab ini beberapa kaum dan merendahkan yang lain.” (HR. Muslim)
Dan dari Abdullah bin Amr bin Ash rodhiyallohu anhuma bahwa Nabi shollallohu alaihi wa sallam bersabda:
“Dikatakan kepada pembaca Al-Qur’an: “Bacalah dan naiklah serta tartillah sebagaimana dulu engkau membacanya dengan tartil selama di dunia karena sesungguhnya kedudukanmu pada ayat terakhir yang engkau baca.” [HR. Ahmad (2/192), Abu Dawud dan At-Tirmidzi. Dan At-Timiidzi berkata: "Ini adalah hadits hasan."]
Dan hadits dari Abdullah bin Umar rodhiyallohu anhuma, ia berkata: Rasulullah shollallohu alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak boleh ada hasad kecuali dalam dua perkara: seorang lelaki yang dianugerahi Al-Qur ‘an oleh Allah, kemudian ia membacanya siang dan malam, dan seorang lelaki yang dianugerahi harta kemudian dia menginfakkannya siang dan malam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan yang sudah dihafal hendaknya selalu dijaga, kalau tidak ia akan hilang dengan cepat. Imam Bukhari mengatakan: “Telah bercerita kepada kami Muhammad: bin Al-’Ala, ia berkata: “Telah bercerita kepada kami Abu Usamah, ia berkata: “Dari Buraid dan Abu Burdah dari Abu Musa rodhiyallohu anhu dari Nabi beliau bersabda:
“Jagalah Al-Qur an ini karena demi yang jiwaku di tangan-Nya, Al-Qur an itu lebih cepat hilang daripada seekor onta dalam ikatannya.”
________
[*] Yang benar dalam Shahih Muslim adalah dari Umar bin Khaththab rodhiyallohu anhu.
18. Jangan biarkan anak-anakmu bergaul dengan anak-anak yang tidak terdidik/ bodoh, karena anakmu akan meniru omongan dan perbuatan mereka yang jelek sehingga akan meruntuhkan apa yang sudah diajarkan.
Seorang penyair mengatakan:
Seorang anak tentu akan menghafal apa yang diberikan kepadanya
_____ Dan tidak akan lupa
Karena Hatinya seperti permata yang bening
_____ Maka ukirlah di atas hatinya berita yang engkau kehendaki
Maka kelak ia akan mengungkapkan
_____ Dari hafalannya yang sempurna
Seorang anak pikirannya kosong dan siap menerima segala sesuatu, sebagaimana dikatakan (dalam peribahasa):
“Mengukir (belajar) di masa kecil seperti mengukir di atas batu.”
19. Jangan biarkan anakmu keluar rumah ketika sore hari (maghrib), karena sesungguhnya para setan berkeliaran pada saat itu, dan mungkin bisa membahayakan anakmu.
Imam Bukhari rohimahulloh berkata: “Telah bercerita kepada kami Ishaq, ia berkata: “telah mengabarkan kepada kami Rauh bin Ubadah, ia berkata: “Telah mengabarkan kepada kami Ibnu Juraij, ia berkata: “Telah mengabarkan kepadaku Atha’ ia berkata bahwa ia mendengar Jabir bin Abdullah rodhiyallohu anhuma berkata: “Rasulullah shollallohu alaihi wa sallam bersabda:
“Jika hari mulai malam atau kalian masuk pada waktu sore maka tahanlah anak-anak kecil kalian karena para setan sedang berkeliaran saat itu. Lalu jika telah lewat satu saat dari malam, bebaskan mereka dan kuncilah pintu-pintu serta sebutlah nama Allah karena sesungguhnya setan tidak akan membuka pintu yang terkunci.”
Dan dikeluarkan juga oleh Muslim.
20. Biarkan si anak sekali waktu untuk menyenangkan dirinya. Karena jika anak itu selalu dilarang bermain, dikhawatirkan akan membuat kepintarannya hilang dan membuatnya jemu atau bosan (karena selalu dilarang).
Maka jika kedua orang tua menginginkan kemuliaan anaknya, hendaknya keduanya bersungguh-sungguh dalam mendidik anak-anaknya dengan tarbiyah Islamiyah dengan mengajarkan Al-Kitab dan As-Sunnah.
Termasuk sebab tingginya derajat kedua orang tua di akhirat jika keduanya muslim, adalah do’a anaknya yang sholeh untuk mereka. Sebagaimana riwayat yang shahih dalam Shahih Muslim dari hadits Abu Hurairah bahwa Nabi shollallohu alaihi wa sallam bersabda:
“Jika seorang manusia lelah mati maka terputuslah amalannya kecuali dari tiga hal: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak sholeh yang mendo’akannya.”
Dan hadits dari Abu Hurairah bahwa Nabi shollallohu alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat seorang hamba yang sholeh di surga, kemudian ia berkata: “Wahai Rabbku dari mana ini?” Maka Allah berfirman: “Dengan sebab istighfar dari anakmu.” Dan hadits ini terdapat dalam Ash-Shahihul Musnad.
Dan jika kedua orang tua itu adalah orang yang sholeh dan anak-anaknya sholeh, tapi si anak belum mencapai derajat seperti derajat kedua orang tuanya, maka Allah akan mengangkat derajat anak menyamai kedudukan ayah mereka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (Ath-Thuur: 21)
Dan seorang anak kadang menjadi nikmat bagi kedua orang tuanya seperti mentaati keduanya dan berbuat baik kepada keduanya. Inilah yang diminta oleh orang-orang yang sholeh kepada Allah agar mengkaruniakan anak yang sholeh kepada mereka. Sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan orang-orang yang berkata: ” Ya Rahb kami. Anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Furqan: 74)
21. Bersemangatlah untuk mendudukkan anakmu pada orang-orang sholeh.
Maka inilah ibu yang sholehah, Ummu Sulaim, dia membawa anaknya Anas kepada Nabi shollallohu alaihi wa sallam dan mengatakan: “Anas adalah pelayanmu wahai Rasulullah, maka do’akanlah ia.” Kemudian Rasulullah shollallohu alaihi wa sallam berdo’a: “Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya serta berkahilah ia di dalamnya.”
Dan Ummu Hudzaifah bertanya kepada anaknya yaitu Hudzaifah bin Al-Yaman, katanya: “Kapan engkau (terakhir kali) bertemu dengan Nabi shollallohu alaihi wa sallam?” Maka aku menjawab: “Aku tidak jumpa dengan beliau sejak (saat) itu.” Sehingga ibuku mencelaku, maka aku berkata kepadanya: “Biarkan aku menemui Nabi shollallohu alaihi wa sallam di saat aku shalat Maghrib bersama beliau dan memintanya untuk memintakan ampun bagiku dan bagimu.” Kemudian aku shalat Maghrib bersamanya sampai shalat Isya. dan setelah selesai beliau pergi dan aku mengikutinya. Ternyata beliau mendengar suaraku, lalu berkata: “Siapa itu? Apakah Hudzaifah?” Aku jawab: “Benar.” Beliau berkata: “Apa keperluanmu? semoga Allah mengampunimu dan ibumu.” Beliau (kemudian) bersabda: “Sesungguhnya malaikat ini tidak pernah turun ke bumi sebelum malam ini sama sekali. Dia meminta izin kepada Rabbnya untuk memberi salam kepadaku dan memberi khabar gembira kepadaku, bahwa Fatimah adalah pemimpin para wanita penghuni surga.” Dikeluarkan oleh At-Tirmidzi dan disebutkan oleh Ayahanda di dalam Ash-Shahihul Musnad (1/214).
Selanjutnya kewajiban kedua orang tua untuk mencurahkan segala daya upaya dalam mendidik anak-anaknya. Dan hidayah itu di tangan Allah sedangkan manusia tidak mampu memberi hidayah pada dirinya sendiri apalagi memberi hidayah pada orang lain. Sebagai contoh nyata yaitu Nabi Nuh alaihissalam seorang Nabi di antara Nabi-Nabi Allah, tidak mampu memberi hidayah kepada anaknya. Padahal ia berharap anaknya ikut bersama mereka dan jangan ikut bersama orang-orang kafir, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“Dan Nuh memanggil anaknya sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.” Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!” Nuh berkata: Tidak ada yang melindungi hari ini dari adzab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang. “Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (Huud: 42-43)
Dan inilah Ibrahim alaihissalam memberi nasehat kepada ayahnya untuk meninggalkan kesyirikan, sebagaimana disebutkan dalam beberapa surat, tapi ayahnya tidak mau mendengarkan nasehat anaknya bahkan mengatakan:
“Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama.” (Maryam: 46)
Dan begitu juga Nabi kita Muhammad shollallohu alaihi wa sallam mengharapkan pamannya untuk masuk Islam tapi ia enggan dan mati di atas kesyirikan. Contoh-contoh lain masih banyak, dan ini terjadi sebagian besar generasi salaf.
Syu’bah bin Al-Hajjaj mengatakan: “Lahir seorang anakku dan aku beri nama Sa’ad tapi dia tidak (membuatku) bahagia ataupun selamat. Dan (suatu hari) ia pernah mengatakan kepada anaknya: “Pergilah kepada Hisyam Ad-Dustuwai (untuk belajar).” Tetapi anaknya menjawab: “Aku hendak melepas burung merpati.” Lihat Mizanul I’tidal (2/122).
Ismail bin Ibrahim bin Miqsam, seorang lelaki sholeh, di antara anak-anaknya ialah Ibrahim, seorang Jahmi tulen (yang berpamahaman Jahmiyah, pent), dan berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah makhluk.
Maka hidayah itu memang milik Allah akan tetapi harus kita menjalankan sebab-sebabnya. Jika Allah menghendaki anak kita baik, maka ia akan mau mendengar nasehat-nasehat dan jika menghendaki selain itu, maka dia akan terus dengan apa yang diyakininya.
Seorang penyair mengatakan:
Jika memang tabi’atnya adalah tabi’at yang jelek
_____ Maka adab tidak akan bermanfaat
Dan tidak pula seorang yang beradab
Terkadang anak menjadi siksaan bagi kedua orang tuanya, karena itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka.” (At-Taghabun: 14)
Dan makna kata: ?? (di antara) di sini adalah untuk menunjukkan sebagian. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (Al-Munafiqun: 9)
Dan anak juga akan sengsara apabila kedua orang tuanya tergelincir dalam masalah agama dan sibuk dengan urusan masing-masing sehingga tidak memperhatikan urusan agama. Dan di antara contohnya adalah:
1. Seorang bapak yang muslim ketika anaknya sakit, maka dia berusaha mencari obat untuk anaknya sampai ke ahli nujum dan dukun. Dan perbuatan ini adalah salah satu bentuk amalan kekufuran. Yang demikian itu karena ahli nujum/ dukun mengaku mengetahui yang ghaib, sedang ilmu ghaib tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib.” (Ali Imran: 179)
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri.” (Al-An’am: 59)
Maka dengan tindakan ini si bapak menjadi kufur karena sebab anaknya.
2. Di antara manusia ada yang kurang dalam menjalankan kewajiban karena mencari rizki untuk anaknya dan untuk menyenangkan mereka.
3. Di antara mereka juga ada yang memasukkan TV ke dalam rumahnya dengan tujuan untuk menyenangkan anaknya.
Sedangkan televisi diharamkan karena ia menyimpan banyak kerusakan, di antaranya gambar, alat permainan, musik, perempuan melihat lelaki dan sebaliknya dan mengikuti pemikiran musuh-musuh Islam serta hal-hal lainnya. Dan anak ini akan menjadi musuh bagi ayahnya dan tidak bermanfaat pada hari kiamat bahkan akan lari darinya, sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.” (‘Abasa: 34-37)
Maka barangsiapa yang diberi musibah dengan anak yang durhaka hendaknya ia berdo’a kepada Rabbnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan Rabbmu berfirman: “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (Ghafir: 60)
Hendaknya kasih sayang orang tua harus dalam batasan syari’at dan tidak boleh melakukan perbuatan yang haram demi anak.
***
Disalin dari terjemahan kitab Nashihati lin Nisaa’, oleh Syaikhoh Ummu Abdillah al-Wadi’iyyah hafidzohalloh (putri Syaikh Muqbil al-Wadi’i rohimahulloh), Pustaka Sumayyah. Artikel ummushofi.wordpress.com.
Sumber : http://www.alquran-sunnah.com/artikel/kategori/niswah/587-prinsip-prinsip-dalam-mendidik-anak
0 komentar:
Posting Komentar